Tao Yuanming Tidak Mau Membungkuk Memberi Penghormatan demi Lima Kantong Beras
Di suatu desa hiduplah seorang pelajar yang bernama Tao Yuanming, orang yang berintegritas tinggi, juga penyair terkenal selama pemerintahan Dinasti Jin Timur.
Ia tidak menganggap kesuksesan dunia dan kekayaan sebagai hal yang penting.
“Tidak mau membungkuk demi mendapatkan beberapa kantong beras” adalah ungkapannya yang sangat terkenal.
Pada suatu hari ketika Yuanming sedang berjalan-jalan bersama ibunya, sang ibu berkata, “Yuanming, kamu akan diangkat sebagai hakim daerah di Pengze. Aku tahu itu bukan ambisimu. Tetapi kita tidak punya uang. Imbalan berupa lima kantong beras akan sangat menolong kita”.
“Jangan kuatir Ibu, aku tahu apa yang Ibu harapkan …. Kita akan segera berpisah, harap Ibu menjaga diri, hati-hati”, kata Yuanming.
Tak lama setelah itu Yuanming berangkat ke sebuah kota di daerah Pengze.
Di sana ia menjadi seorang hakim dengan sebutan Hakim Tao.
Masyarakat setempat menerima kedatangannya dengan senang hati.
Mereka mendengar bahwa Hakim Tao seorang penyair dan penulis yang hebat.
Dalam keseharian Hakim Tao pandai bergaul dengan masyarakat, hal itu menyebabkan ia dikagumi oleh banyak orang.
Ibu Hakim Tao menulis sepucuk surat dari desa untuknya:
“Anakku … bagaimana kabarmu?
Walaupun pekerjaan itu bukan yang kau cari, sebaiknya lakukanlah demi keluarga.
Bersikaplah adil dalam mengadili suatu perkara dan jangan memaksakan diri …”
Meskipun Tao Yuanming sudah menjadi hakim di kota, tetapi ia tidak dapat melupakan kehidupannya yang sederhana di desa dan ingin pulang sekali waktu.
Suatu saat inspektur negara akan datang melakukan kunjungan.
Hakim Tao agak gusar, ia merasa kedatangan inspektur untuk mempengaruhi dirinya.
Ketika ia akan berangkat menemui sang inspektur, pelayannya mengingatkan, “Mungkin Tuan harus mengganti pakaian dengan pakaian bagus dan mempersiapkan pesta. Saya dengar inspektur yang satu ini akan membuat rekomendasi yang baik jika permintaannya dituruti”.
“Huh! Jika itu benar, maka saya akan menyampaikan keluhan”, kata Yuanming.
“Tidak, jangan lakukan itu! Inspektur itu punya banyak pendukung”.
“Saya bersedia menemuinya hanya karena menghormatinya. Saya tidak akan melawan hati nurani saya, dan tidak akan terbujuk olehnya”, tegas Yuanming.
“Tetapi Tuan bisa kehilangan jabatan”.
“Seorang hakim daerah hanya dibayar dengan lima kantong beras. Saya tidak akan membungkuk-bungkuk hanya karena itu”.
Berangkatlah Hakim Tao menemui inspektur di tempat peristirahatannya.
Ketika ia sampai, inspektur sedang duduk dengan pongahnya sambil menyantap hidangan yang disediakan untuknya.
“Salam hormat dari saya, Tuan”.
“Hmm… tunggu sebentar”, sambil melirik Yuanming dengan sinisnya. “Apakah kamu Tao Yuanming? Mengapa berpakaian seperti itu?”.
“Inilah pakaian saya sehari-hari”, jawab Hakim Tao dengan tegas dan berwibawa.
Inspektur tercengang mendengar jawaban itu, kemudian ia bertanya, “Hasil bumi apa yang paling menonjol di daerahmu?”
“Tanah di daerah Pengze tidak subur. Kami tidak memiliki hasil bumi yang menonjol”.
“Ini pertemuan pertama kita. Apa yang ingin kau katakan? Saya berharap apa yang akan kamu katakan adalah sesuatu yang berguna…”, kata inspektur dengan raut muka penuh arti.
“Saya dengar Anda suka menarik uang dari rakyat jelata. Dan banyak yang tahu bahwa Anda juga suka disuap”.
“Beraninya kau berkata lancang! Kau tidak tahu apa yang baik bagimu!”, bentak inspektur, wajahnya merah padam karena malu.
“Pejabat yang tamak seperti Anda tidak punya rasa malu. Kamu benar-benar tidak punya harga diri! Saya tidak akan membungkuk-bungkuk demi beberapa kantong beras dan berurusan dengan orang sepertimu! Ambil lencana jabatan ini. Saya berhenti!”, kata Yuanming sambil meletakkan lencana itu di atas meja. Ia segera pergi meninggalkan inspektur sendirian.
“Dasar tolol!”, umpat inspektur.
Yuanming berpikir bahwa keputusannya datang ke daerah Pengze merupakan suatu kesalahan.
Sesampainya di rumah, ia berkata kepada pelayan pribadinya, “Kemasi barang-barang kita. Besok kita pulang”.
“Mengapa kita pulang?”, tanya pelayan itu.
“Dia orang yang tidak punya harga diri…”, ujar Yuanming.
Lalu ia menceritakan pertemuan yang sangat tidak menyenangkan dengan inspektur kepada pelayannya.
“Saya mengenal Tuan dengan baik. Saya mendukung keputusan Tuan untuk pulang”.
“Terima kasih kamu mau memahami…”
Tao Yuanming pulang ke rumahnya di desa yang sudah sangat ia rindukan.
Ia menghabiskan waktunya untuk menulis puisi.
Saya kembali lagi ke rumah
Rumput-rumput kebun sudah tinggi
Saya melakukan tugas
Walaupun tidak sesuai dengan hati nurani
Saya merasa tersesat dan dingin
Saya tersesat…
Tapi tidak terlalu lama
Walaupun kemarin bukan hari yang baik
Saya melakukan perbuatan benar hari ini
Tao Yuanming juga kembali menjalani kehidupannya sebagai petani.
Pada siang hari ia bekerja di sawah dengan para petani lainnya.
Baginya mendengarkan percakapan-percakapan kecil dari mereka akan menimbulkan inspirasi baru.
Pada malam hari, dia akan duduk di dekat lampu, dan menulis puisi lembar demi lembar.
Walaupun miskin, tetapi ada kedamaian yang ia rasakan di dalam hati.
Tao Yuanming tidak akan mencemarkan integritas dirinya dengan gaji yang diberikan pemerintah.
Di atas pencarian status politik dan uang, dia adalah contoh orang terhormat yang senantiasa bersinar.
0 comments:
Post a Comment