TOUCHING STORY FROM ITALY

Dibalik cerita Pedonor sumsum tulang belakang dan pelaku pemerkosaan.

Di suatu Koran Itali, muncullah berita pencarian orang yang istimewa.

17 Mei 1992 di parkiran mobil ke 5 Wayeli (nama kota , tak tahu aku bener ngak nulisnya), seorang wanita kulit putih diperkosa oleh seorang kulit hitam. Tak lama kemudian, sang wanita melahirkan seorang bayi perempuan berkulit hitam.
Ia dan suaminya tiba-tiba saja menanggung tanggung jawab untuk memelihara anak ini.
Sayangnya,sang bayi kini menderita leukemia kanker darah.
Dan ia memerlukan transfer sumsum tulang belakang segera.
Ayah kandungnya merupakan satu-satunya penyambung harapan hidupnya.
Berharap agar pelaku pada waktu itu saat melihat berita ini, bersedia menghubungi Dr. Adely di RS Elisabeth.

Berita pencarian orang ini membuat seluruh masyarakat gempar.
Setiap orang membicarakannya.
Masalahnya adalah apakah orang hitam ini berani muncul.
Padahal jelas, ia akan menghadapi kesulitan besar.
Jika ia berani muncul, ia akan menghadapi masalah hukum, dan ada kemungkinan merusak kehidupan rumah tangganya sendiri.
Jika ia tetap bersikeras untuk diam, ia sekali lagi membuat dosa yang tak terampuni.
Kisah ini akan berakhir bagaimanakah?

Seorang anak perempuan yang menderita leukimia ternyata menyimpan suatu kisah yang memalukan di suatu perkampungan Itali.
Martha,35 thn, adalah wanita yang menjadi pembicaraan semua orang.
Ia dan suaminya Peterson adalah warga kulit putih, tetapi di antara kedua anaknya, ternyata terdapat satu yang berkulit hitam.
Hal ini menarik perhatian setiaporang disekitar mereka untuk bertanya.
Martha hanya tersenyum kecil berkata pada mereka bahwa nenek berkulit hitam, dan kakeknya berkulit putih, maka anaknya Monika mendapat kemungkinan seperti ini.

Musim gugur 2002, Monika yang berkulit hitam terus menerus mengalami demam tinggi.
Terakhir, Dr. Adely memvonis Monika menderita leukimia.
"Harapan satu-satunya hanyalah mencari pedonor sumsum tulang belakang yang paling cocok untuknya."
Dokter menjelaskan lebih lanjut.
"Diantara mereka yang ada hubungan darah dengan Monika merupakan cara yang paling mudah untuk menemukan pedonor tercocok.
Harap seluruh anggota keluarga kalian berkumpul untuk menjalani pemeriksaan sumsum tulang belakang."
Raut wajah Martha berubah, tapi tetap saja seluruh keluarga menjalani pemeriksaan.
Hasilnya tak satupun yang cocok.
Dokter memberitahu mereka, dalam kasus seperti Monika ini, mencari pedonor yang cocok sangatlah kecil kemungkinannya.
Sekarang hanya ada satu cara yang paling manjur, yaitu Martha dan suaminya kembali mengandung anak lagi.
Dan mendonorkan darah anak untuk Monika.
Mendengar usul ini Martha tiba-tiba menjadi panik, dan berkata tanpa suara, "Tuhan..kenapa menjadi begini?"
Ia menatap suaminya, sinar matanya dipenuhi ketakutan dan putus asa.

Peterson mengerutkan keningnya berpikir.
Dr. Adely berusaha menjelaskan pada mereka, "saat ini banyak orang yang menggunakan cara ini untuk menolong nyawa para penderita leukimia, lagi pula cara ini terhadap bayi yang baru dilahirkan sama sekali tak ada pengaruhnya."
Hal ini hanya didengarkan oleh pasangan suami istri tersebut, dan termenung begitu lama.
Terakhir mereka hanya berkata, "Biarkan kami memikirkannya kembali."

Malam kedua, Dr. Adely tengah bergiliran tugas, tiba-tiba pintu ruang kerjanya terbuka, pasangan suami-istri tersebut.
Martha menggigit bibirnya keras, suaminya Peterson, menggenggam tangannya, dan berkata serius pada dokter.
"Ada suatu hal yang perlu kami beritahukan padamu. Tapi harap Anda berjanji untuk menjaga kerahasiaan ini, karena ini merupakan rahasia kami suami-istri selama beberapa tahun."
Dr. Adely menganggukkan kepalanya.
Lalu mereka menceritakan: "Itu adalah 10 tahun lalu, dimana Martha ketika pulang kerja telah diperkosa seorang remaja berkulit hitam. Saat Martha sadar, dan pulang ke rumah dengan tergesa-gesa, waktu telah menunjukkan pukul 1 malam. Waktu itu aku bagaikan gila keluar rumah mencari orang hitam itu untuk membuat perhitungan. Tapi telah tak ada bayangan orang satupun. Malam itu kami hanya dapat memeluk kepala masing-masing menahan kepedihan. Sepertinya seluruh langit runtuh."
Bicara sampai sini, Peterson telah dibanjiri air mata, Ia melanjutkan kembali.
"Tak lama kemudian Martha mendapati dirinya hamil. Kami merasa sangat ketakutan, kuatir bila anak yang dikandungnya merupakan milik orang hitam tersebut. Martha berencana untuk menggugurkannya, tapi aku masih pengharapkan keberuntungan, mungkin anak yang dikandungnya adalah bayi kami. Begitulah, kami ketakutan menunggu beberapa bulan. Maret 1993, Martha melahirkan bayi perempuan, dan ia berkulit hitam. Kami begitu putus asa, pernah terpikir untuk mengirim sang anak ke panti asuhan.
Tapi mendengar suara tangisnya, kami sungguh tak tega. Terlebih lagi bagaimanapun Martha telah mengandungnya, ia juga merupakan sebuah nyawa. Aku dan Martha merupakan warga Kristen yang taat, pada akhirnya kami memutuskan untuk memeliharanya, dan memberinya nama Monika."

Mata Dr. Adely juga digenangi air mata, pada akhirnya ia memahami mengapa bagi kedua suami istri tersebut kembali mengandung anak merupakan hal yang sangat mengkuatirkan.
Ia berpikir sambil mengangguk-anggukkan kepala, Dr. Adely berkata "Memang jika demikian, kalian melahirkan 10 anak sekalipun akan sulit untuk mendapatkan donor yang cocok untuk Monika."
Beberapa lama kemudian,ia memandang Martha dan berkata, "Kelihatannya, kalian harus mencari ayah kandung Monika. Barangkali sumsum tulangnya cocok untuk Monika. Tetapi, apakah kalian bersedia membiarkan ia kembali muncul dalam kehidupan kalian?"
Martha berkata, "Demi anak, aku bersedia berlapang dada memaafkannya. Bila ia bersedia muncul menyelamatkannya. Aku tak akan memperkarakannya." Dr. Adely merasa terkejut akan kedalaman cinta sang ibu.

Martha dan Peterson mempertimbangkannya baik-baik, sebelum akhirnya memutuskan memuat berita pencarian ini di koran dengan menggunakan nama samaran.
November 2002, di koran Wayeli termuat berita pencarian ini,seperti yang digambarkan sebelumnya.
Berita ini memohon sang pelaku pemerkosaan waktu itu berani muncul, demi untuk menolong sebuah nyawa seorang anak perempuan penderita leukimia! Begitu berita ini keluar, tanggapan masyarakat begitu menggemparkan.
Kotak surat dan telepon Dr.Adely bagaikan meledak saja, kebanjiran surat masuk dan telepon, orang-orang terus bertanya siapakah wanita ini?
Mereka ingin bertemu dengannya, berharap dapat memberikan bantuan padanya.
Tetapi Martha menolak semua perhatian mereka, ia tak ingin mengungkapkan identitas sebenarnya, lebih tak ingin lagi identitas Monika sebagai anak hasil pemerkosaan terungkap.

Seluruh media penuh dengan diskusi tentang bagaimana cerita ini berakhir

Orang hitam itu akan munculkah?
Jika orang hitam ini berani muncul, akan bagaimanakah masyarakat kita sekarang menilainya?
Akankah menggunakan hukum yang berlaku untuk menghakiminya?
Haruskah ia menerima hukuman dan cacian untuk masa lalunya, ataukah ia harus menerima pujian karena keberaniannya hari ini?

Saat itu berita pencarian juga muncul di Napulese, memporakporandakan perasaan seorang pengelola toko minuman keras berusia 30 tahun.
Ia seorang kulit hitam, bernama Ajili.
17 Mei 1992 waktu itu, ia memiliki lembaran terkelam merupakan mimpi terburuknya di malam berhujan itu.
Ia adalah sang peran utama dalam kisah ini.
Tak seorangpun menyangka, Ajili yang sangat kaya raya itu, pernah bekerja sebagai pencuci piring panggilan.
Dikarenakan orang tuanya telah meninggal sejak ia masih muda, ia yang tak pernah mengenyam dunia pendidikan terpaksa bekerja sejak dini.
Ia yang begitu pandai dan cekatan, berharap dirinya sendiri bekerja dengan giat demi mendapatkan sedikit uang dan penghargaan dari orang lain.
Tapi sialnya, bosnya merupakan seorang rasialis, yang selalu mendiskriminasikannya.
Tak peduli segiat apapun dirinya, selalu memukul dan memakinya.
17 Mei 1992, merupakan ulang tahunnya ke 20, ia berencana untuk pulang kerja lebih awal untuk merayakan hari ulang tahunnya.
Siapa menyangka, ditengah kesibukan ia memecahkan sebuah piring.
Sang bos menahan kepalanya, memaksanya untuk menelan pecahan piring.
Ajili begitu marah dan memukul sang bos, lalu berlari keluar meninggalkan restoran.
Ditengah kemarahannya ia bertekad untuk membalas dendam pada si kulit putih.
Malam berhujan lebat, tiada seorangpun lewat, dan di parkiran ia bertemu Martha.
Untuk membalaskan dendamnya akibat pendiskriminasian, ia pun memperkosa sang wanita yang tak berdosa ini.

Tapi selesai melakukannya, Ajili mulai panik dan ketakutan.
Malam itu juga Ia menggunakan uang ulang tahunnya untuk membeli tiket KA menuju Napulese, meninggalkan kota ini.
Di Napulese ia bertemu keberuntungannya.
Ajili mendapatkan pekerjaan dengan lancar di restoran milik orang Amerika.
Kedua pasangan Amerika ini sangatlah mengagumi kemampuannya, dan penikahkannya dengan anak perempuan mereka, Lina, dan pada akhirnya juga mempercayainya untuk mengelola toko mereka.

Beberapa tahun ini, ia yang begitu tangkas, tak hanya memajukan bisnis toko minuman keras ini, ia juga memiliki 3 anak yang lucu.
Dimata pekerja lainnya dan seluruh anggota keluarga, Ajili merupakan bos yang baik, suami yang baik, ayah yang baik.
Tapi hati nuraninya tetap membuatnya tak melupakan dosa yang pernah diperbuatnya.
Ia selalu memohon ampun pada Tuhan dan berharap Tuhan melindungi wanita yang pernah diperkosanya, berharap ia selalu hidup damai dan tentram.
Tapi ia menyimpan rahasianya rapat-rapat, tak memberitahu seorangpun.

Pagi hari itu, Ajili berkali-kali membolak-balik koran, ia terus mempertimbangkan kemungkinan dirinyalah pelaku yang dimaksud.
Sedikitpun ia tak pernah membayangkan bahwa wanita malang itu mengandung anaknya, bahkan menanggung tanggung jawab untuk memelihara dan menjaga anak yang awalnya bukanlah miliknya.
Hari itu, Ajili beberapa kali mencoba menghubungi no.Telepon Dr.Adely.
Tapi setiap kali, belum sempat menekan habis tombol telepon, ia telah menutupnya kembali.
Hatinya terus bertentangan, bila ia bersedia mengakui semuanya, setiap orang kelak akan mengetahui sisi terburuknya ini, anak-anaknya tak akan lagi mencintainya, ia akan kehilangan keluarganya yang bahagia dan istrinya yang cantik.
Juga akan kehilangan penghormatan masyarakat disekitarnya.
Semua yang ia dapatkan dengan ditukar kerja kerasnya bertahun-tahun.
Malam itu, saat makan bersama, seluruh keluarga mendiskusikan kasus Martha.
Sang istri, Lina berkata, "Aku sangat mengagumi Martha. Bila aku diposisinya, aku tak akan memiliki keberanian untuk memelihara anak hasil perkosaan hingga dewasa. Aku lebih mengagumi lagi suami Martha ia sungguh pria yang patut dihormati, tak disangka ia dapat menerima anak yang demikian."
Ajili termenung mendengarkan pendapat istrinya, dan tiba-tiba mengajukan pertanyaan, "Kalau begitu, bagaimana kau memandang pelaku pemerkosaan itu?"
"Sedikitpun aku tak akan memaafkannya! Waktu itu ia sudah membuat kesalahan, kali ini juga hanya dapat meringkuk menyelingkupi dirinya sendiri, ia benar-benar begitu rendah, begitu egois, begitu pengecut! Ia benar-benar seorang pengecut!", demikian istrinya menjawab dengan dipenuhi api kemarahan.
Ajili mendengarkan saja, tak berani mengatakan kenyataan pada istrinya.
Malam itu, anaknya yang baru berusia 5 tahun begitu rewel tak bersedia tidur, untuk pertama kalinya Ajili kehilangan kesabaran dan menamparnya.
Sang anak sambil menangis berkata :"Kau ayah yang jahat, aku tak mau peduli kamu lagi. Aku tak ingin kau menjadi ayahku".

Hati Ajili bagai terpukul keras mendengarnya, ia pun memeluk erat-erat sang anak dan berkata, "Maaf, ayah tak akan memukulmu lagi. Ayah yang salah, maafkan papa ya."
Sampai sini, Ajili pun tiba-tiba menangis.
Sang anak terkejut dibuatnya, dan buru-buru berkata padanya untuk menenangkan ayahnya, "Baiklah, kumaafkan. Guru TK ku bilang, anak yang baik adalah anak yang mau memperbaiki kesalahannya."

Malam itu, Ajili tak dapat terlelap, merasa dirinya bagaikan terbakar dalam neraka.
Dimatanya selalu terbayang kejadian malam berhujan deras itu, dan bayangan sang wanita.
Ia sepertinya dapat mendengarkan jerit tangis wanita itu.
Tak henti-hentinya ia bertanya pada dirinya sendiri, "Aku ini sebenarnya
orang baik, atau orang jahat?"
Mendengar bunyi napas istrinya yang teratur, ia pun kehilangan seluruh keberaniannya untuk berdiri.

Hari kedua, ia hampir tak tahan lagi rasanya.
Istrinya mulai merasakan adanya ketidakberesan pada dirinya, memberikan perhatian padanya dengan menanyakan apakah ada masalah?
Dan ia mencari alasan tak enak badan untuk meloloskan dirinya.
Pagi hari di jam kerja, sang karyawan menyapanya ramah, "Selamat pagi, manager!"
Mendengar itu, wajahnya tiba-tiba menjadi pucat pasi, dalam hati dipenuhi perasaan tak menentu dan rasa malu.
Ia merasa dirinya hampir menjadi gila saja rasanya.

Setelah berhari-hari memeriksa hati nuraninya, Ajili tak dapat lagi terus diam saja, iapun menelepon Dr. Adely.
Ia berusaha sekuat tenaga menjaga suaranya supaya tetap tenang, "Aku ingin mengetahui keadaan anak malang itu."
Dr. Adely memberitahunya, keadaan sang anak sangat parah.
Dr.Adely menambahkan kalimat terakhirnya berkata, "Entah apa ia dapat menunggu hari kemunculan ayah kandungnya?"
Kalimat terakhir ini menyentuh hati Ajili yang paling dalam, suatu perasaan hangat sebagai sang ayah mengalir keluar, bagaimanapun anak itu juga merupakan darah dagingnya sendiri!
Ia pun membulatkan tekad untuk menolong Monika.
Ia telah melakukan kesalahan sekali, tak boleh kembali membiarkan dirinya meneruskan kesalahan ini.
Malam hari itu juga, ia pun mengobarkan keberaniannya sendiri untuk memberitahu sang istri tentang segala rahasianya.
Terakhir ia berkata, "Sangatlah mungkin bahwa aku adalah ayah Monika. Aku harus menyelamatkannya."

Lina sangat terkejut, marah dan terluka, mendengar semuanya, ia berteriak marah, "Kau PEMBOHONG!"
Malam itu juga ia membawa ketiga anak mereka, dan lari pulang ke rumah ayah ibunya.
Ketika ia memberitahu mereka tentang kisah Ajili, kemarahan kedua suami-istri tersebut dengan segera mereda.
Mereka adalah dua orang tua yang penuh pengalaman hidup, mereka menasehatinya, "Memang benar, kita patut marah terhadap segala tingkah laku Ajili di masa lalu. Tapi pernahkah kamu memikirkan, ia dapat mengulurkan dirinya untuk muncul, perlu berapa banyak keberanian besar. Hal ini membuktikan bahwa hati nuraninya belum sepenuhnya terkubur. Apakah kau mengharapkan seorang suami yang pernah melakukan kesalahan tapi kini bersedia memperbaikidirinya Ataukah seornag suami yang selamanya menyimpan kebusukan ini di dalamnya?"
Mendengar ini Lina terpekur beberapa lama.

Pagi-pagi di hari kedua, ia langsung kembali ke sisi Ajili, menatap mata sang suami yang dipenuhi penderitaan, Lina menetapkan hatinya berkata, "Ajili, pergilah menemui Dr. Adely ! Aku akan menemanimu!"

3 Februari 2003, suami istri Ajili, menghubungi Dr. Adely.
8 Februari, pasangan tersebut tiba di RS Elisabeth, demi untuk pemeriksaan DNA Ajili.
Hasilnya Ajili benar-benar adalah ayah Monika.
Ketika Martha mengetahui bahwa orang hitam pemerkosanya itu pada akhirnya berani memunculkan dirinya, ia pun tak dapat menahan air matanya.
Sepuluh tahun ini ia terus memendam dendam kesumat terhadap Ajili, namun saat ini ia hanya dipenuhi perasaan terharu.

Segalanya berlangsung dalam keheningan.
Demi untuk melindungi pasangan Ajili dan pasangan Martha, pihak RS tidak
mengungkapkan dengan jelas identitas mereka semua pada media, dan juga tak bersedia mengungkapkan keadaan sebenarnya, mereka hanya memberitahu media bahwa ayah kandung Monika telah ditemukan.

Berita ini mengejutkan seluruh pemerhati berita ini.
Mereka terus-menerus menelepon, menulis surat pada Dr. Adely, memohon untuk dapat menyampaikan kemarahan mereka pada orang hitam ini, sekaligus penghormatan mereka padanya.
Mereka berpendapat, "Barangkali ia pernah melakukan tindak pidana, namun saat ini ia seorang pahlawan!"

10 Februari, kedua pasangan Martha dan suami memohon untuk dapat bertemu muka langsung dengan Ajili.
Awalnya Ajili tak berani untuk menemui mereka, namun pada permohonan ketiga Martha, iapun menyetujui hal ini.

18 Februari, dalam ruang tertutup dan dirahasiakan di RS, Martha bertemu langsung dengan Ajili.
Ajili baru saja memangkas rambutnya, saat ia melihat Martha, langkah kakinya terasa sangatlah berat, raut wajahnya memucat.
Martha dan suaminya melangkah maju, dan mereka bersama-sama saling menjabat tangan masing-masing, sesaat ketiga orang tersebut diam tanpa suara menahan kepedihan, sebelum akhirnya air mata mereka bersama-sama mengalir.
Beberapa waktu kemudian, dengan suara serak Ajili berkata, "Maaf...mohon maafkan aku! Kalimat ini telah terpendam dalam hatiku selama 10 tahun. Hari ini akhirnya aku mendapat kesempatan untuk mengatakannya langsung kepadamu."
Martha menjawab :"Terima kasih kau mau muncul. Semoga Tuhan memberkati, sehingga sumsum tulang belakangmu dapat menolong putriku".

19 Februari, dokter melakukan pemeriksaan sumsum tulang belakang Ajili.
Untungnya, sumsum tulang belakangnya sangat cocok bagi Monika.
Sang dokter berkata dengan antusias : "Ini suatu keajaiban!"

22 Februari 2003, sekian lama harapan masyarakat luas akhirnya terkabulkan.
Monika menerima sumsum tulang belakang Ajili, dan pada akhirnya Monika telah melewati masa kritis.
Satu minggu kemudian, Monika boleh keluar RS dengan sehat walafiat.

Martha dan suami memaafkan Ajili sepenuhnya, dan secara khusus mengundang Ajili dan Dr. Adely datang kerumah mereka untuk merayakannya.
Tapi hari itu Ajili tidak hadir, ia memohon Dr. Adely membawa suratnya bagi mereka.
Dalam suratnya ia menyatakan penyesalan dan rasa malunya berkata, "Aku tak ingin kembali mengganggu kehidupan tenang kalian. Aku berharap Monika berbahagia selalu hidup dan tumbuh dewasa bersama kalian. Bila kalian menghadapi kesulitan bagaimanapun, harap hubungi aku, aku akan berusaha sekuat tenaga untuk membantu kalian".
"Saat ini juga, aku sangat berterima kasih pada Monika, dari dalam lubuk hatiku terdalam, dialah yang memberiku kesempatan untuk menebus dosa. Dialah yang membuatku dapat memiliki kehidupan yang benar-benar bahagia di separoh usiaku selanjutnya. Ini adalah hadiah yang ia berikan padaku !"

(Italia post)

Aku Menangis untuk Adikku 6 Kali

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil.
Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit.
Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.

Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku.
Ayah segera menyadarinya..
Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.
"Siapa yang mencuri uang itu?", beliau bertanya.
Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara.
Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, "Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!"
Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi.
Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, "Ayah, aku yang melakukannya!"
Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi.
Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas.
Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, "Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? ... Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!"
Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami.
Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun.
Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung.
Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, "Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."
Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku.
Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin.
Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku.
Waktu itu, adikku berusia 8 tahun.
Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten.
Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi.
Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus.
Saya mendengarnya memberengut, "Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik...hasil yang begitu baik..."
Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, "Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?"
Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, "Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku."
Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya.
"Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!"
Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang.
Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, "Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini."
Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.
Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering.
Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas
bantalku:
"Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimimu uang."
Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang.
Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.

Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas).
Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, " Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana !"
Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku?
Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir.
Aku menanyakannya, "Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?"
Dia menjawab, tersenyum, "Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?"
Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku.
Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, "Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu..."
Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu.
Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, "Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu."
Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi.
Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis.
Tahun itu, ia berusia 20, Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana.
Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku.
"Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!"
Tetapi katanya, sambil tersenyum, "Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.."
Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku.
Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku.
Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya.
"Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya.
"Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan..."
Ditengah kalimat itu ia berhenti.
Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku.
Tahun itu, adikku 23, Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota .
Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau.
Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus
mengerjakan apa.
Adikku tidak setuju juga, mengatakan, "Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini."
Suamiku menjadi direktur pabriknya.
Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan.
Tetapi adikku menolak tawaran tersebut.
Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.
Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit.
Suamiku dan aku pergi menjenguknya.
Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, "Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa
kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"
Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya.
"Pikirkan kakak ipar, ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?"
Mataku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang terbata-bata:
"Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!"
"Mengapa membicarakan masa lalu?"
Adikku menggenggam tanganku.
Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.

Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu.
Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?"
Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, "Kakakku."
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan
tidak dapat kuingat.
"Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjala n selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya
bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya."

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku.
Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, "Dalam hidupku, orang yang kepadanya aku paling berterima kasih adalah adikku."
Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.

Diterjemahkan dari : "I cried for my brother six times"

PELACUR

Dengan tubuhnya yang gempal perempuan itu memecah batu, dengan tubuhnya yang tebal ia seorang pelacur.

Namanya Nur Hidayah, 35 tahun, kelahiran Tulungagung, Jawa Timur. Ia seorang istri yang ditinggalkan suami (meskipun mereka belum bercerai), ia ibu dari lima anak yang praktis yatim.

Tiap pagi, setelah Tegar, anaknya yang berumur enam tahun, berangkat ke sekolah dengan ojek, Nur datang ke tempat kerjanya. Di sana ia mengangkut batu, kemudian memecah-mecahnya, untuk dijual ke pemborong bangunan. Nova, empat tahun, anak bungsunya, selalu dibawanya. Nur bekerja sekitar lima jam sampai tengah hari.

Lalu ia pulang. Tegar akan sudah kembali ke rumah kontrakan mereka, dan Nur bisa bermain dengan kedua anak itu. Sampai pukul tiga sore.
Matahari sudah mulai turun ketika Nur membawa kedua anaknya ke tempat penitipan milik Ibu In, yang ia bayar Rp 20 ribu sehari. Lalu ia berdandan: memasang lipstik tebal, berpupur, mengenakan baju terbaik. Lepas magrib, ia naik ojek dari kampung Mujang itu ke Gunung Bolo, 45 menit jaraknya dengan sepeda motor.
Di kegelapan malam di tempat tinggi yang jadi kuburan Cina itu, Nur menjajakan seks. Ia menjual tubuhnya.

Ia tak memilih pekerjaan itu. Sutrisno, suaminya, yang menikah dengan perempuan lain, tak memberinya nafkah. Ia bertemu dengan lelaki itu pada 1992 dalam bus ke Trenggalek. Mereka saling tertarik, dan Sutrisno menemukan lowongan buat Nur di Pabrik Rokok ”Semanggi” di Kediri. Pekerjaan mengelinting sigaret itu hanya dijalaninya dua bulan. Nur hamil. Ia harus menikah.

Ia pun jadi istri seorang suami yang menghabiskan waktunya di meja judi dan botol ciu. Tak ada penghasilan. Tak ada pengharapan. Setelah anak yang kelima lahir, dalam keadaan putus asa, Nur ikut ajakan tetangganya, seorang pelacur di Gunung Bolo. Ia bergabung dengan sekitar 80 pekerja seks di tempat itu, dan jadi sahabat Mira, yang lebih muda setahun tapi sudah hampir separuh usianya menyewakan kelamin. Mereka menghabiskan malam mereka mencari konsumen di pekuburan Cina itu. Tarif: Rp 10 ribu sepersetubuhan.

”Pernah ada pengalaman yang membuat Mbak Nur senang, selama ini, ketika melayani tamu?”
”Ah, ya ndak ada,” jawabnya.

Tapi suara itu tak getir. Nur, juga Mira, bukanlah keluh yang pahit. Dalam film dokumenter yang dibuat Ucu Agustin—salah satu dari Pertaruhan, empat karya dokumenter tentang perempuan yang layak beredar luas di Indonesia kini—kedua pelacur itu berbicara tentang hidup mereka seperti seorang pedagang kecil (atau guru mengaji yang miskin) berbicara tentang kerja mereka sehari-hari.

Bahkan dengan kalem mereka, sebagai undangan Kalyana Shira Foundation yang memproduksi Pertaruhan, duduk bersama peserta Jakarta International Film Festival di sebuah kafe di Grand Indonesia—seakan-akan mall megah itu bukan negeri ajaib dalam mimpi seorang Tulungagung. Ketika saya menemui mereka di tempat minum Goethe Haus pekan lalu, Mira duduk seperti di warung yang amat dikenalnya, dengan rokok yang terus menyala (tapi ia menolak minum bir), dan Nur memeluk Nova yang dibawanya ikut ke Jakarta.

Haruskah Mira, Nur, merasa lain: nista? Produser, sutradara, dan aktivis perempuan yang menjamu mereka tak membuat para pelacur itu asing dan rikuh. Bahkan Tegar dan Nova diurus panitia seakan-akan kemenakan sendiri—dan dengan kagum saya melihat sebuah generasi Indonesia yang menolak sikap orang tua dan guru agama mereka. Mira dan Nur tak akan mereka kirim ke neraka, di mana pun neraka itu. Ucu Agustin, 32 tahun, sutradara dokumenter ini, telah berjalan jauh. Ia lulus dari IAIN pada tahun 2000 setelah enam tahun di pesantren Darunnajah di Jakarta, di mana murid perempuan bahkan dilarang membaca majalah Femina. Ia kini tahu, agama tak berdaya menghadapi Nur dan kaumnya.

Di Tulungagung terdapat setidaknya 16 tempat pelacuran. Ada dua yang legal, yang tiap Ramadan harus tutup. Tapi sia-sia: di tiap bulan puasa pula para pelacur yang kehilangan kerja datang antara lain ke Gunung Bolo. Pekerja di tempat itu bertambah 50 persen.

Dan bagaimana agama akan punya arti bila tak memandang dengan hormat ke wajah Nur: seorang ibu yang mengais dari Nasib untuk mengubah hidup anak-anaknya? ”Mereka harus sekolah, mereka ndak boleh mengulangi hidup emak mereka,” Nur berkata, berkali-kali.

Dengan memecah batu ia dapat Rp 400 ribu sebulan, dengan melacur ia rata-rata dapat Rp 30 ribu semalam. Dengan itu ia bisa mengirim Tegar ke sebuah TK Katolik sambil membantu hidup anak-anaknya yang lain yang ia titipkan di rumah seorang saudara. Nur tegak di atas kakinya sendiri. Ia contoh yang baik ”dialektika” yang disebut Walter Benjamin: seorang pelacur—seorang pemilik alat produksi dan sekaligus alat produksi itu sendiri, seorang penjaja (Verkäuferin) dan barang yang dijajakan (Ware) dalam satu tubuh. Ia buruh; ia bukan.

Bagi saya ia ”Ibu Indonesia Tahun 2008”.

Setidaknya ia kisah tentang harapan dalam hidup yang remang-remang. Memang tuan dan nyonya yang bermoral mengutuknya. Memang polisi merazianya dan para preman memungut paksa uang dari jerih payah di Gunung Bolo itu. Tapi Nur tahu bagaimana tabah. Kebaikan hati bukan mustahil. Tegar diberi keringanan membayar uang sekolah di TK Katolik itu. Tiap bulan ke Gunung Bolo, seperti ke belasan tempat pelacuran di Tulungagung itu, datang tim dari CIMED, organisasi lokal yang dengan cuma-cuma memeriksa kesehatan mereka. Dan ke rumah penitipan Ibu In secara teratur datang Mbak Sri untuk membantu Tegar berbahasa Inggris dan mengerti bilangan.

Terkadang Nur berbicara tentang Tuhan (ia belum melupakan-Nya). Ia menyebut-Nya ”Yang di Atas”. Mungkin itu untuk menunjuk sesuatu yang jauh—tapi justru tak merisaukannya, karena manusia, yang di bawah, tetap berharga: bernilai dalam kerelaannya.

Goenawan Mohamad

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2008/12/15/CTP/mbm.20081215.CTP129003.id.html



Seperti lagu ini...

Ada yang benci dirinya
Ada yang butuh dirinya
Ada yang berlutut mencintanya
Ada pula yang kejam menyiksa dirinya

Ini hidup wanita si kupu-kupu malam
Bekerja bertaruh seluruh jiwa raga
Bibir senyum kata halus merayu memanja
Kepada setiap mereka yang datang

Dosakah yang dia kerjakan?
Sucikah mereka yang datang?

Kadang dia tersenyum dalam tangis
Kadang dia menangis di dalam senyuman

Oh apa yang terjadi, terjadilah...
Yang dia tahu Tuhan penyayang umat-Nya
Oh apa yang terjadi, terjadilah...
Yang dia tahu hanyalah menyabung nyawa

Kasih seorang Ibu...

Ibuku hanya memiliki satu mata.
Aku benci padanya ......
Aku merasa malu dengan keadaannya.
Ia memasak untuk murid-murid dan guru-guru untuk menopang kehidupan keluargaku.

Suatu ketika saat aku masih di SD, ibu datang ke sekolah untuk menyapaku.
Aku merasa sangat malu, tega-teganya dia berbuat seperti itu padaku...
Aku mengacuhkan dia, melihat padanya dengan pandangan penuh kebencian... dan kemudian aku berlari keluar.
Esok paginya, salah seorang teman sekelasku mencemooh :”EEEE, ibumu hanya bermata satu!”
Ingin rasanya aku mengubur diri dalam tanah dan berharap agar ibuku menghilang dari dunia ini.
Aku menemuinya dan berkata,”Ibu telah membuat aku jadi bahan tertawaan, lebih baik kau mati saja!”
Ibu tidak menjawab....
Aku bahkan tidak berhenti sedetik pun untuk memikirkan apa yang telah kukatakan, begitu marahnya diriku.
Aku sama sekali tidak mempedulikan perasaannya.

Aku ingin keluar dari rumah ibu dan putus hubungan dengannya.
Oleh karena itu aku belajar sangat giat... dan akhirnya aku mendapat kesempatan untuk belajar di Singapura.
Kemudian aku menikah, membeli rumah dan berkeluarga.
Hidupku bahagia bersama istri, anak-anak dan semua kenyamanan hidup yang berhasil kuperoleh.

Kemudian pada suatu hari... tiba-tiba ibu muncul di hadapanku.
Sudah sekian lama kami tak bertemu.
Ia bahkan belum pernah bertemu dengan cucu-cucunya.
Ketika Ibu berdiri di ambang pintu, anak-anakku menertawakannya.
Segera aku membentaknya karena datang tanpa diundang.
Saya berteriak padanya,”Berani-beraninya kau datang ke rumahku dan membuat anak-anakku takut. Pergi dari sini!!! Sekarang juga!!!”
Ibu menjawab dengan suara yang hampir tak terdengar, ”Oh.. Maaf.... aku salah alamat...” dan menghilang dari pandanganku.

Suatu hari aku menerima sepucuk surat undangan untuk menghadiri reuni sekolah.
Untuk mencegah agar istri dan anak-anak tidak ikut, aku berbohong bahwa aku akan mengadakan perjalanan bisnis.
Setelah selesai acara reuni, aku pergi ke gubuk tua itu karena rasa ingin tahu saja.
Tetangga memberitahu kalau ia telah meninggal.
Aku sama sekali tidak meneteskan air mata.
Kemudian mereka menyodorkan sepucuk surat yang sudah lama ibu ingin memberikannya padaku.

Anakku tercinta,
Selama ini ibu selalu merindukanmu.
Maafkan ibu karena telah datang ke Singapura dan membuat anak-anakmu takut.
Ibu senang sekali mengetahui kau akan pulang untuk reuni.
Tetapi mungkin ibu tidak akan bisa bangun dari tempat tidur untuk menemuimu.
Sekali lagi ibu minta maaf karena telah membuat kau malu sewaktu kau tumbuh dewasa.
Tahukah kau... ketika masih kecil kau mangalami kecelakaan dan kehilangan satu mata.
Sebagai seorang ibu, aku tidak tega melihat kamu harus tumbuh dewasa dengan satu mata.
Oleh karena itu aku memberimu sebelah mata milikku.
Saya sangat bangga pada putraku yang bisa melihat seluruh dunia baru ini untukku....dengan mata itu .....
Cintaku selalu untukmu...


Yang mengasihimu,

Ibu

Yang mau ikut tes masuk NUS...

Untuk NUS:

http://www.nus.edu.sg/oam/apply/catd/uee - informasi umum

http://www.nus.edu.sg/oam/apply/catd/uee/paper.htm - syllabus & sample papers

http://www.nus.edu.sg/oam/apply/catd/uee/require.htm - requirements (untuk nge-cek paper mana yang harus diambil sehubungan dengan jurusan)

Thx ya Lyn.... :))

Yang mau ikut tes masuk NTU...

Bagi yang akan mengikuti tes masuk NTU (Nanyang Technological University - Singapore), silahkan mengunjungi link di bawah ini:

http://admissions.ntu.edu.sg/International/UndergraduateApplicants/afterapply/Pages/EntranceExamination.aspx

Terima kasih kepada Sdri. Evelyn Sanjaya (Kosayu 2008) yang telah memberi saya link tersebut.





Semoga bermanfaat...

Pembahasan Ulangan Integral

Pembahasan Ulangan Integral 5
Kamis, 9 Oktober 2008
Bahan: Penggunaan Integral untuk menghitung luas

Download

Pembahasan Ulangan Integral 6

Pembahasan Ulangan Integral 6
Kamis, 16 Oktober 2008
Bahan: Penggunaan Integral untuk menghitung volum benda putar


Download

Pembahasan Ulangan Integral 4

Pembahasan Ulangan Integral 4
Kamis, 25 September 2008
Bahan: sampai dengan integral Parsial


Download

Kisah di musim dingin

Siu Lan, seorang janda miskin memiliki seorang putri kecil berumur 7 tahun, Lie Mei.
Kemiskinan memaksanya untuk membuat sendiri kue-kue dan menjajakannya di pasar untuk biaya hidup berdua.
Hidup penuh kekurangan membuat Lie Mei tidak pernah bermanja-manja pada ibunya, seperti anak kecil lain.
Suatu ketika dimusim dingin, saat selesai membuat kue, Siu Lan melihat keranjang penjaja kuenya sudah rusak berat.
Dia berpesan agar Lie Mei menunggu di rumah karena dia akan membeli keranjang kue yang baru.
Pulang dari membeli keranjang kue, Siu Lan menemukan pintu rumah tidak terkunci dan Lie Mei tidak ada di rumah.
Marahlah Siu Lan.Putrinya benar-benar tidak tahu diri, sudah hidup susah masih juga pergi bermain dengan teman-temannya.
Lie Mei tidak menunggu rumah seperti pesannya.
Siu Lan menyusun kue kedalam keranjang, dan pergi keluar rumah untuk menjajakannya.
Dinginnya salju yang memenuhi jalan tidak menyurutkan niatnya untuk menjual kue.
Bagaimana lagi ?
Mereka harus dapat uang untuk makan.
Sebagai hukuman bagi Lie Mei, putrinya, pintu rumah dikunci Siu Lan dari luar agar Lie Mei tidak bisa pulang.
Putri kecil itu harus diberi pelajaran, pikirnya geram.
Lie Mei sudah berani kurang ajar.
Sepulang menjajakan kue, Siu Lan menemukan Lie Mei, gadis kecil itu tergeletak di depan pintu.
Siu Lan berlari memeluk Lie Mei yang membeku dan sudah tidak bernyawa.
Siu Lan berteriak membelah kebekuan salju dan menangis meraung-raung, tapi Lie Mei tetap tidak bergerak.
Dengan segera, Siu Lan membopong Lie Mei masuk ke rumah.
Siu Lan menggoncang- goncangkan tubuh beku putri kecilnya sambil meneriakkan nama Lie Mei.
Tiba-tiba jatuh sebuah bungkusan kecil dari tangan Lie Mei.
Siu Lan mengambil bungkusan kecil itu, dia membukanya.
Isinya sebungkus kecil biskuit yang dibungkus kertas usang.
Siu Lan mengenali tulisan pada kertas usang itu adalah tulisan Lie Mei yang masih berantakan namun tetap terbaca.
"Hi..hi..hi... mama pasti lupa. Ini hari istimewa buat mama. Aku membelikan biskuit kecil ini untuk hadiah. Uangku tidak cukup untuk membeli biskuit ukuran besar. Hi.hi.hi.. mama selamat ulang tahun."



Ingatlah, jangan terlalu cepat menilai seseorang berdasarkan persepsi kita, karena persepsi kita belum tentu benar adanya.

Take time to THINK. It is the source of power
Take time to READ. It is the foundation of wisdom
Take time to be QUIET. It is the opportunity to seek God
Take time to DREAM. It is what the future is made of
Take time to PRAY. It is the greatest power on earth....... .

Pembahasan Tes BBI Matematika IPA

Bagi yang berminat, silahkan mendownload pembahasan Tes BBI Matematika IPA.


Semester 1 Periode 1 (2008-2009)

Bersama Alumni Kosayu '85 dan Pak Har

DSC00229

Tim Buku Kenangan 2008

1

XII-IPA-2 2007

XII IPA3_01

XII IPA3_02

XII IPA3_03

XII IPA3_04

XII IPA3_05

XII IPA3_06

XII IPA3_07

III-IPA-2 2006

3IPA2_06B

3IPA2_Sepia2

Life and How to Survive It

*The author of The Teenage Textbook (1988) - Adrian Tan, was the guest-of-honour at a recent NTU convocation ceremony. This was his speech to the graduating class of 2008.*

*Life and How to Survive It*

My wife is a wonderful person and perfect in every way except one. She is the editor of a magazine. She corrects people for a living. She has honed her expert skills over a quarter of a century, mostly by practising at home during conversations between her and me.

On the other hand, I am a litigator. Essentially, I spend my day telling people how wrong they are. I make my living being disagreeable.

Nevertheless, there is perfect harmony in our matrimonial home. That is because when an editor and a litigator have an argument, the one who triumphs is always the wife.

And so I want to start by giving one piece of advice to the men: when you've already won her heart, you don't need to win every argument.

Marriage is considered one milestone of life. Some of you may already be married. Some of you may never be married. Some of you will be married. Some of you will enjoy the experience so much, you will be married many, many times. Good for you.

The next big milestone in your life is today: your graduation. The end of education. You're done learning.

You don't need further education because your entire life is over. It is gone. That may come as a shock to some of you. You're in your teens or early twenties. People may tell you that you will live to be 70, 80, 90 years old. That is your life expectancy.

I love that term: life expectancy. We all understand the term to mean the average life span of a group of people. But I'm here to talk about a bigger idea, which is what you expect from your life.

So here you are, in your twenties, thinking that you'll have another 40
years to go. Four decades in which to live long and prosper.

Bad news. Read the papers. There are people dropping dead when they're 50, 40, 30 years old. Or quite possibly just after finishing their convocation. They would be very disappointed that they didn't meet their life expectancy.

I'm here to tell you this. Forget about your life expectancy.

After all, it's calculated based on an average. And you never, ever want to expect being average.

Revisit those expectations. You might be looking forward to working, falling in love, marrying, raising a family. You are told that, as graduates, you should expect to find a job paying so much, where your hours are so much, where your responsibilities are so much.

That is what is expected of you. And if you live up to it, it will be an awful waste.

If you expect that, you will be limiting yourself. You will be living your life according to boundaries set by average people. I have nothing against average people. But no one should aspire to be them.

What you should prepare for is mess. Life's a mess. You are not entitled to expect anything from it. Life is not fair. Everything does not balance out in the end. Life happens, and you have no control over it. Good and bad things happen to you day by day, hour by hour, moment by moment. Your degree is a poor armour against fate.

Don't expect anything. Erase all life expectancies. Just live. At this point in time, you have grown as tall as you will ever be, you are physically the fittest you will ever be in your entire life and you are probably looking the best that you will ever look. This is as good as it gets. It is all downhill from here. Or up. No one knows.

What does this mean for you? You are free. Let me tell you the many
wonderful things that you can do when you are free.

The most important is this: do not work.

Work is anything that you are compelled to do. By its very nature, it is undesirable.

Work kills. The Japanese have a term "Karoshi", which means death from
overwork. That's the most dramatic form of how work can kill. But it can also kill you in more subtle ways. If you work, then day by day, bit by bit, your soul is chipped away, disintegrating until there's nothing left. A rock has been ground into sand and dust.

There's a common misconception that work is necessary. You will meet people working at miserable jobs. They tell you they are "making a living". No, they're not. They're dying, frittering away their fast-extinguishing lives doing things which are, at best, meaningless and, at worst, harmful.

People will tell you that work ennobles you, that work lends you a certain dignity. Work makes you free. The slogan "Arbeit macht frei" was placed at the entrances to a number of Nazi concentration camps. Utter nonsense.

Do not waste the vast majority of your life doing something you hate so that you can spend the small remainder sliver of your life in modest comfort. You may never reach that end anyway.

Resist the temptation to get a job. Instead, play. Find something you enjoy doing. Do it. Over and over again. You will become good at it for two reasons: you like it, and you do it often. Soon, that will have value in itself.

I like arguing, and I love language. So, I became a litigator. I enjoy it and I would do it for free. If I didn't do that, I would've been in some other type of work that still involved writing fiction – probably a sports journalist.

So what should you do? You will find your own niche. I don't imagine you will need to look very hard. By this time in your life, you will have a very good idea of what you will want to do. In fact, I'll go further and say the ideal situation would be that you will not be able to stop yourself pursuing your passions. By this time you should know what your obsessions are. If you enjoy showing off your knowledge and feeling superior, you might become a teacher.

Find that pursuit that will energise you, consume you, become an obsession. Each day, you must rise with a restless enthusiasm. If you don't, you are working.

Most of you will end up in activities which involve communication. To those of you I have a second message: be wary of the truth. I'm not asking you to speak it, or write it, for there are times when it is dangerous or impossible to do those things. The truth has a great capacity to offend and injure, and you will find that the closer you are to someone, the more care you must take to disguise or even conceal the truth. Often, there is great virtue in being evasive, or equivocating. There is also great skill. Any child can blurt out the truth, without thought to the consequences. It takes great maturity to appreciate the value of silence.

In order to be wary of the truth, you must first know it. That requires
great frankness to yourself. Never fool the person in the mirror.

I have told you that your life is over, that you should not work, and that you should avoid telling the truth. I now say this to you: be hated.

It's not as easy as it sounds. Do you know anyone who hates you? Yet every great figure who has contributed to the human race has been hated, not just by one person, but often by a great many. That hatred is so strong it has caused those great figures to be shunned, abused, murdered and in one famous instance, nailed to a cross.

One does not have to be evil to be hated. In fact, it's often the case that one is hated precisely because one is trying to do right by one's own convictions. It is far too easy to be liked, one merely has to be accommodating and hold no strong convictions. Then one will gravitate towards the centre and settle into the average. That cannot be your role. There are a great many bad people in the world, and if you are not offending them, you must be bad yourself. Popularity is a sure sign that you are doing something wrong.

The other side of the coin is this: fall in love.

I didn't say "be loved". That requires too much compromise. If one changes one's looks, personality and values, one can be loved by anyone.

Rather, I exhort you to love another human being. It may seem odd for me to tell you this. You may expect it to happen naturally, without deliberation. That is false. Modern society is anti-love. We've taken a microscope to everyone to bring out their flaws and shortcomings. It is far easier to find a reason not to love someone, than otherwise. Rejection requires only one reason. Love requires complete acceptance. It is hard work, the only kind of work that I find palatable.

Loving someone has great benefits. There is admiration, learning, attraction and something which, for the want of a better word, we call happiness. In loving someone, we become inspired to better ourselves in every way. We learn the truth worthlessness of material things. We celebrate being human. Loving is good for the soul.

Loving someone is therefore very important, and it is also important to choose the right person. Despite popular culture, love doesn't happen by chance, at first sight, across a crowded dance floor. It grows slowly, sinking roots first before branching and blossoming. It is not a silly weed, but a mighty tree that weathers every storm.

You will find, that when you have someone to love, that the face is less important than the brain, and the body is less important than the heart.

You will also find that it is no great tragedy if your love is not reciprocated. You are not doing it to be loved back. Its value is to inspire you.

Finally, you will find that there is no half-measure when it comes to loving someone. You either don't, or you do with every cell in your body, completely and utterly, without reservation or apology. It consumes you, and you are reborn, all the better for it.

Don't work. Avoid telling the truth. Be hated. Love someone.

You're going to have a busy life. Thank goodness there's no life expectancy.


From: Michael Christian Jonathan (Kosayu 2001)



Tulisan di atas diterjemahkan bebas oleh seorang teman saya (yang tidak ingin disebutkan namanya), dan saya berterima kasih atas kebaikannya.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang membacanya.



Kehidupan dan Bagaimana Supaya Tetap Hidup

Istri saya adalah seorang yang menyenangkan dan sempurna dalam segala hal kecuali satu, dia adalah editor sebuah majalah. Dia mencari nafkah dengan cara mengoreksi orang lain. Dia telah mengasah keahlian ini selama lebih dari seperempat abad, hampir semuanya ia praktekkan dirumah pada waktu berbincang-bincang dengan saya dirumah.

Sedangkan saya adalah seorang jaksa penuntut. Pada dasarnya saya menghabiskan hari-hari saya untuk memberitahu orang-orang betapa besar kesalahan mereka. Saya mencari nafkah dengan menjadi seorang yang selalu tidak sependapat dengan orang lain.

Walaupun demikian kehidupan perkawinan kami selalu harmonis. Hal ini terjadi karena bila ada perdebatan antara editor dan penuntut, maka yang selalu menang adalah sang istri.

Jadi saya ingin mulai dengan memberikan sebuah nasehat pada para laki-laki: Jika kamu telah memenangkan hatinya, kamu tidak perlu lagi menang dalam setiap perdebatan.

Pernikahan merupakan suatu peristiwa penting dalam hidup. Beberapa dari kamu mungkin sudah menikah, beberapa masih akan menikah dan beberapa mungkin tidak akan menikah dan bahkan beberapa dari kalian akan begitu menyukai pengalaman pernikahan sehingga akan menikah beberapa kali. Semuanya adalah baik.

Peristiwa penting lainnya dalam kehidupanmu adalah hari ini: hari kelulusanmu. Berakhirnya pendidikan. Kamu sudah selesai belajar.

Kamu tidak perlu pendidikan lebih lanjut karena seluruh kehidupanmu telah berakhir. Hal ini mungkin akan sangat mengejutkan bagi beberapa dari kalian. Kalian berada pada usia awal dua puluhan. Orang mungkin akan memberitahu bahwa kamu akan hidup sampai usia 70, 80 atau 90 tahun. Itu dinamakan usia harapan hidup.

Saya suka istilah ini: usia harapan hidup. Kita semua mengerti bahwa istilah ini berarti rata-rata jangka hidup seseorang. Tapi saya berada disini untuk membicarakan suatu ide yang lebih besar, yaitu usia harapan hidup dalam arti apa yang kamu harapkan dari hidupmu.

Jadi sekarang kamu berada disini, dalam usia dua puluh tahunan dan berasumsi masih memiliki 40 tahun mendatang. 4 dekade dimana kamu bisa hidup panjang dan makmur.

Ada banyak berita buruk. Bacalah surat kabar. Ada orang yang mati mendadak ketika berusia 50, 40, 30 tahun, bahkan sangat mungkin setelah kelulusan mereka. Mereka akan sangat kecewa karena tidak dapat memenuhi usia harapan hidup mereka.

Saya berada di sini untuk memberi tahu kalian, lupakanlah usia harapan hidup kalian.

Bagaimanapun juga, usia harapan hidup dihitung berdasarkan rata-rata. Dan kamu tidak akan pernah mau menjadi rata-rata.

Kembali tentang pengharapan. Kamu mungkin mengharapkan untuk dapat bekerja, jatuh cinta, menikah, dan berkeluarga. Kamu akan diberi tahu bahwa sebagai seseorang yang sudah lulus, kamu harus berharap untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang tinggi dimana jam kerjamu sangat besar dan tanggung jawabmu juga besar.

Itulah yang diharapkan dari kamu. Jika kamu hidup seperti itu maka kamu hanya akan menyianyiakan hidupmu dan hidupmu akan sangat menyedihkan.

Jika kamu mengharapkan hal tersebut, berarti kamu membatasi diri sendiri. Kamu akan menjalani hidup menurut batas-batas yang ditetapkan oleh orang-orang kebanyakan. Saya sama sekali tidak menentang orang kebanyakan, tetapi jangan sampai bercita-cita untuk menjadi seperti mereka.

Kamu harus mempersiapkan diri untuk menghadap kekacauan. Hidup adalah kekacauan. Kamu tidak bisa mengharapkan apa-apa dari kehidupan ini. Hidup ini tidak adil. Segala sesuatu pada akhirnya tidak akan seimbang. Kehidupan terjadi dan kamu tidak dapat mengendalikannya. Hal-hal baik dan buruk terjadi padamu setiap hari, setiap jam dan setiap saat. Gelarmu merupakan perisai yang buruk untuk melawan nasib.

Jangan mengharapkan sesuatu. Hapus segala harapan hidup. Jalani saja hidupmu. Pada titik waktu ini, kamu telah mencapai batas pertumbuhan tinggi badan, secara fisik memasuki tingkat kesehatan yang paling prima dalam hidupmu dan kamu memiliki penampilan yang paling bagus. Mulai saat ini keadaanmu akan meningkat atau mungkin menurun. Tidak ada seorangpun yang tahu.

Apa arti semua ini bagi kamu? Kamu bebas. Biar kuberitahu tentang banyak hal yang indah yang dapat kamu lakukan pada saat kamu bebas.

Yang paling penting adalah : janganlah bekerja.

Pekerjaan adalah segala sesuatu yang kamu lakukan dengan terpaksa. Pada dasarnya pekerjaan itu adalah sesuatu yang tidak diinginkan.

Pekerjaan dapat membunuh. “Karoshi” sebuah istilah Jepang yang berarti mati karena bekerja melampaui batas. Ini adalah contoh yang paling dramatis bagaimana pekerjaan dapat membunuh. Tetapi pekerjaan dapat membunuh dengan cara yang lebih tidak kentara. Bila kamu bekerja, maka hari demi hari, sedikit demi sedikit, jiwamu akan pecah berkeping-keping , hancur sampai tiada yang tersisa. Bagaikan batu cadas yang digiling menjadi pasir dan debu.

Konsep yang mengatakan bahwa pekerjaan itu penting adalah suatu kesalahpahaman. Kamu akan bertemu dengan orang yang mempunyai pekerjaan yang menyedihkan. Mereka akan mengatakan mereka sedang mencari nafkah. Sebenarnya bukan. Mereka sedang sekarat, mereka sedang menghamburkan hidup yang singkat ini dengan melakukan hal-hal yang tak berarti dan membahayakan.

Orang akan mengatakan bahwa pekerjaan meningkatkan status dan martabatmu. Pekerjaan membuat kamu bebas. sebuah slogan Jerman “Arbeit macht frei” ditempatkan di pintu-pintu masuk sejumlah kamp konsentrasi. Benar-benar omong kosong.

Jangan menghamburkan sebagian besar hidupmu melakukan pekerjaan yang tidak kamu sukai dengan harapan dapat melewatkan sisa hidup dengan menikmati sedikit kenyamanan (mendapat pensiun). Kamu mungkin bahkan tidak akan mencapai saat itu.

Tolaklah godaan untuk mendapatkan pekerjaan. Sebagai ganti, bermainlah. Temukan sesuatu yang kamu suka kerjakan. Lakukan berulang-ulang dan kamu akan menjadi mahir karena dua alasan : Kamu menyukai dan kamu sering melakukannya.

Dalam waktu singkat, pekerjaan itu akan mempunyai nilai yang sangat berharga.

Saya suka berdebat dan saya suka bahasa, maka. saya menjadi seorang jaksa penuntut. Saya menikmati pekerjaan ini dan saya akan melakukannya tanpa menerima imbalan. Seandainya saja saya tidak menjadi penuntut, saya akan memilih jenis pekerjaan lain yang berhubungan dengan mengarang cerita fiksi atau mungkin menjadi jurnalis sport.

Jadi apa yang harus kamu lakukan? Kamu akan dapat menemukan sendiri posisi/peran yang tepat. Untuk itu saya kira kamu tidak akan mengalami kesulitan. Pada detik ini dalam hidupmu, saya yakin kamu sudah mempunyai gambaran yang jelas tentang apa yang ingin kamu lakukan. Sesungguhnya yang lebih ideal adalah saat ini kamu berada dalam keadaan dimana kamu tidak dapat menghentikan dirimu untuk mengejar ambisimu. Saat ini seharusnya kamu sudah tahu apa yang menjadi obsesimu. Bila kamu suka memamerkan pengetahuanmu dan merasa lebih baik /unggul dari orang lain, mungkin kamu bisa menjadi seorang guru.

Temukan cita-cita yang akan memberimu semangat, menghidupimu dan menjadi obsesi. Setiap hari bangunlah dengan semangat yang berkobar-kobar. Jika tidak, berarti kamu sedang bekerja.

Sebagian besar dari kalian akan terlibat dalam aktifitas yang berhubungan dengan komunikasi. Untuk mereka ini saya mempunyai pesan kedua: Berhati-hatilah dan waspadalah terhadap kebenaran. Saya tidak meminta kalian untuk mengatakan atau menuliskan kebenaran, karena ada saat dimana mengungkapkan kebenaran merupakan sesuatu yang sangat berbahaya atau tidak mungkin dilakukan. Kebenaran mempunyai kemampuan yang besar untuk menyinggung atau melukai orang lain, dan kamu akan menyadari bahwa semakin dekat hubunganmu dengan seseorang, kamu harus semakin hati-hati menyembunyikan atau bahkan merahasiakan kebenaran. Sering kali membutuhkan kebijaksanaan pada saat mengambil sikap untuk tidak berterus terang atau berbohong. Juga dibutuhkan ketrampilan/keahlian. Setiap anak dapat mengaburkan kebenaran tanpa mempertimbangkan akibatnya, oleh karena itu dibutuhkan kedewasaan untuk menghargai nilai dari membisu /diam.

Agar supaya berhat-hati dalam menghadapi kebenaran, pertama-tama kamu harus mengetahui tentang kebenaran itu. Hal itu membutuhkan kejujuran terhadap diri sendiri. Jangan pernah membohongi orang yang ada dicermin (dirimu sendiri).

Saya sudah mengatakan bahwa hidupmu sudah berakhir, bahwa janganlah bekerja dan bahwa kamu harus menghindari untuk berbicara jujur. Saat ini saya katakan hal ini padamu: bersiaplah untuk dibenci.

Tidaklah semudah yang didengar. Apakah kamu tahu seseorang yang membenci dirimu? Setiap tokoh besar yang telah berjasa terhadap umat manusia pernah dibenci, tidak hanya oleh satu orang, tapi sering kali oleh banyak orang. Rasa benci itu begitu besarnya sehingga mengakibatkan tokoh2 tersebut dihindari, dilecehkan, dibunuh dan disuatu peristiwa yang terkenal, tokoh tersebut disalib.

Agar supaya dibenci, seseorang tidak perlu menjadi jahat. Sering kali seseorang benar2 dibenci karena berusaha melakukan yang benar berdasarkan keyakinannya. Sesungguhnya jauh lebih mudah disukai dari pada dibenci. Agar disukai kamu hanya perlu mengakomodasi atau menyesuaikan diri dengan kemauan orang lain dan jangan mempertahankan keyakinanmu. Dengan demikian seseorang akan condong menuju ke tengah dan berada di posisi rata-rata. Dan itu bukanlah peranmu. Ada banyak orang jahat di dunia ini, dan bila tidak menyinggung /menyakiti mereka, maka kamu sendiri pasti juga jahat. Ketenaran/ kepopuleran adalah pertanda yang pasti bahwa kamu sedang melakukan sesuatu yang salah.

Sisi mata uang yang lain adalah jatuh cinta.

Saya tidak mengatakan: dicintai. Karena untuk dicintai seseorang membutuhkan terlalu banyak kompromi. Jika seseorang mengubah rupa, watak dan nilai-nilai yang selama ini dianut, maka dia akan dengan mudah dicintai semua orang.

Lebih baik saya mengajak kalian untuk mencintai orang lain. Mungkin kalian akan menganggap saya aneh karena mencintai seseorang seharusnya terjadi secara alami, tanpa dibuat-buat dan tanpa disengaja. Sebenarnya ini adalah pemikiran yang salah karena masyarakat modern itu anti cinta. Kami telah membawakan mikroskop pada setiap orang untuk menemukan kesalahan dan kekurangan. Kenyataannya adalah jauh lebih mudah menemukan alasan untuk tidak mengasihi seseorang dari pada sebaliknya. Penolakan hanya membutuhkan satu alasan. Cinta membutuhkan penerimaan secara total. Ini merupakan pekerjaan yang berat, tetapi inilah satu-satunya pekerjaan yang saya rasakan mendatangkan kenikmatan.

Mengasihi seseorang akan mendatangkan banyak keuntungan. Ada rasa kagum, pembelajaran, ketertarikan dan kebahagiaan. Pada saat mengasihi seseorang, kita terinspirasi untuk menjadi manusia yang lebih baik dalam segala hal. Kita akan belajar tentang kebenaran bahwa betapa tak berharganya materi, dan kita bersyukur telah menjadi manusia. Mengasihi itu baik bagi jiwa kita.

Oleh karena itu mengasihi orang lain itu sangat penting, demikian juga memilih orang yang tepat. Cinta tidak terjadi secara kebetulan, tidak pada pandangan pertama, tidak juga di lantai dansa yang penuh sesak. Cinta tumbuh secara perlahan, berakar dahulu sebelum berkembang. Cinta bukanlah rumput liar yang tolol, melainkan pohon yang kuat yang tahan menghadapi setiap badai.

Kamu akan menyadari bahwa bila kamu mempunyai seseorang untuk dikasihi, maka wajah menjadi kurang penting dibandingkan otak dan bentuk tubuh kurang penting dibandingkan hati.

Kamu juga akan menyadari bila cintamu tidak berbalas, itu bukanlah suatu tragedi karena kamu tidak mencintai seseorang agar dicintai kembali. Sebenarnya nilai dari mencintai adalah untuk memberi kamu inspirasi.

Akhirnya kamu akan menyadari bahwa mengasihi seseorang tidak bisa setengah-setengah. Kamu harus melakukannya dengan setiap sel dalam tubuhmu, secara total, tanpa syarat, tanpa penyesalan. Cinta membuat kamu hidup dan dilahirkan kembali menjadi orang yang lebih baik.

Jangan bekerja. Hindari mengatakan yang sebenarnya. Bersedia dibenci. Cintai seseorang.

Kalian akan menghadapi hidup yang sangat sibuk. Bersyukurlah karena tidak ada lagi usia harapan hidup (tidak perlu memikirkan usia harapan hidup).

Kisah tentang kehidupan kita

Pada mulanya, di Tiongkok, Tuhan menciptakan sapi.
Tuhan mengatakan kepada makhluk ini, "Ah Ngau (sapi), tugasmu adalah pergi ke ladang dengan sang petani sepanjang hari. Engkau akan mempunyai energi untuk menghela berbagai hal. Engkau juga akan menyediakan susu untuk diminum manusia. Engkau harus bekerja sepanjang hari di bawah matahari. Sebagai imbalannya, engkau hanya akan makan rumput. Karenanya, engkau akan mempunyai usia kehidupan selama lima puluh tahun."
Ah Ngau mengajukan keberatan.
"Apa? Saya harus bekerja sepanjang hari di bawah terik sinar matahari dan hanya makan rumput? Selain itu, saya harus membagikan susu saya? Berat sekali, dan Engkau menghendaki saya hidup selama 50 tahun. Sudah 20 tahun saja dan silakan Engkau mengambil kembali 30 tahun sisanya!"

Tuhan setuju.

Pada hari kedua, Tuhan menciptakan anjing.
Ia mengatakan, "Ah Kow (anjing), Aku menciptakanmu dengan suatu maksud. Engkau harus duduk sepanjang hari di dekat pintu rumah majikanmu. Kalau ada orang yang mendekat, engkau harus menggonggong. Sebagai imbalannya, engkau akan makan makanan sisa majikanmu. Aku akan memberimu usia kehidupan duapuluh tahun."
Ah Kow mengajukan keberatan.
"Apa? saya harus duduk sepanjang hari di dekat pintu dan menggonggong ke orang asing, dan apa yang saya dapatkan? Makanan sisa! Tidak benar. Sudah, saya akan mengambil 10 tahun saja dan silakan Engkau mengambil kembali 10 tahun sisanya!"

Tuhan mengangguk.

Pada hari ketiga, Tuhan menciptakan monyet.
Ia mengatakan, "Mah Lau (monyet), tugasmu adalah menghibur manusia. Engkau akan menampilkan wajah lucu, bertingkah tolol, dan membuat mereka tertawa. Engkau akan melakukan salto dan berayun di pepohonan untuk menghibur mereka. Sebagai imbalannya, engkau akan makan pisang dan kacang. Karenanya, Aku akan memberimu usia dua puluh tahun untuk hidup."
Dengan sendirinya sang monyet mengajukan keberatan.
"Ini menggelikan. Saya harus membuat manusia tertawa, melakukan salto dan bahkan berayun dari pohon ke pohon. Bagaimana kalau saya mengembalikan 10 tahun sebagai ucapan terima kasih atas keberadaan saya dan hanya mengambil l0 tahun?"

Sekali lagi, Tuhan setuju.

Pada hari keempat, Tuhan menciptakan manusia dan mengatakan kepadanya, "Engkaulah hasil karya-Ku yang terbaik. Karenanya, engkau tinggal tidur, makan, bermain, makan, tidur lagi dan tidak melakukan apa-apa lagi. Engkau boleh makan segala makanan terbaik dan bermain dengan mainan terbaik. Engkau tinggal bersenang-senang. Aku akan memberimu dua puluh tahun kehidupan yang seperti itu."
Persis seperti ciptaan lainnya, manusia pun mengajukan keberatan. "Apa? Saya tinggal bersantai, bersenang-senang, dan hanya mendapatkan 20 tahun? Begini saja: Tuhan sudah mendapatkan kembali 30 tahun dari Ah Ngau, l0 tahun dari Ah Kow, dan 10 tahun lagi dari Mah Lau. Mungkin Tuhan juga tidak tahu, harus diapakan tahun-tahun itu. Mengapa tidak memberikannya saja kepada saya, sehingga saya mempunyai masa 70 tahun untuk hidup?"

Karena sifat-Nya baik, Tuhan setuju sambil tersenyum.
Itulah sebabnya maka sekarang...
Kita makan, tidur, bermain dan bersenang-senang dalam 20 tahun pertama kehidupan kita,

bekerja seperti sapi selama 30 tahun berikutnya untuk membesarkan keluarga,
lalu duduk di depan pintu dan menggonggong kepada orang-orang selama 10 tahun berikutnya, setelah pensiun.
Pada akhirnya, kita menampilkan wajah lucu dan melakukan berbagai ulah monyet untuk menghibur cucu-cucu kita dalam 10 tahun terakhir kehidupan kita.

Apa Arti Sesungguhnya FAMILY?

Saya menabrak seorang yang tidak dikenal ketika ia lewat.

"Oh, maafkan saya" adalah reaksi saya.
Ia berkata, "Maafkan saya juga. Saya tidak melihat Anda."
Orang tidak dikenal itu, juga saya, berlaku sangat sopan.
Akhirnya kami berpisah dan mengucapkan selamat tinggal.

Namun cerita lainnya terjadi di rumah, lihat bagaimana kita memperlakukan orang-orang yang kita kasihi, tua dan muda.

Pada hari itu juga, saat saya tengah memasak makan malam, anak lelaki saya berdiri diam-diam di samping saya.
Ketika saya berbalik, hampir saja saya membuatnya jatuh.
"Minggir", kata saya dengan marah.
Ia pergi, mungkin hati kecilnya hancur.
Saya tidak menyadari betapa kasarnya kata-kata saya kepadanya.

Ketika saya berbaring di tempat tidur, dengan halus Tuhan berbicara padaku, "Sewaktu kamu berurusan dengan orang yang tidak kau kenal, etika kesopanan kamu gunakan, tetapi anak-anak yang engkau kasihi, sepertinya engkau perlakukan dengan sewenang-wenang. Coba lihat ke lantai dapur, engkau akan menemukan beberapa kuntum bunga dekat pintu. Bunga-bunga tersebut telah dipetik sendiri oleh anakmu; merah muda, kuning, dan biru. Anakmu berdiri tanpa suara supaya tidak menggagalkan kejutan yang akan ia buat bagimu, dan kamu bahkan tidak melihat matanya yang basah saat itu."

Seketika aku merasa malu, dan sekarang air mataku mulai menetes.
Saya pelan-pelan pergi ke kamar anakku dan berlutut di dekat tempat tidurnya, "Bangun nak.. bangun..", kataku.
"Apakah bunga-bunga ini engkau petik untukku?".
Ia tersenyum, "Aku menemukannya jatuh dari pohon."

"Aku mengambil bunga-bunga ini karena mereka cantik seperti Ibu. Aku tahu Ibu akan menyukainya, terutama yang berwarna biru."

Aku berkata, "Anakku, Ibu sangat menyesal karena telah kasar padamu. Ibu seharusnya tidak membentakmu seperti tadi."

Si kecilku berkata, "Oh, Ibu, tidak apa-apa. Aku tetap mencintaimu."
Aku pun membalas, "Anakku, aku mencintaimu juga, dan aku benar-benar menyukai bunga-bunga ini, apalagi yang biru."

Apakah anda menyadari bahwa jika kita mati besok, perusahaan di mana kita bekerja sekarang bisa saja dengan mudahnya mencari pengganti kita dalam hitungan hari?
Tetapi keluarga yang kita tinggalkan akan merasakan kehilangan selama sisa hidup mereka.

Mari kita renungkan, kita melibatkan diri lebih dalam kepada pekerjaan kita ketimbang keluarga kita sendiri, suatu investasi yang tentunya kurang bijaksana, bukan?
Jadi apakah anda telah memahami apa tujuan cerita di atas?

Apakah anda tahu apa arti kata FAMILY?

Dalam bahasa Inggris, FAMILY = KELUARGA

FAMILY = (F)ATHER (A)ND (M)OTHER (I) (L)OVE (Y)OU


Diterjemahkan dari: HARSH WORDS

Rudy Tjahyadi (Kosayu '93)

Tempayan retak

Seorang tukang air di India memiliki dua tempayan besar; masing-masing bergantung pada kedua ujung sebuah pikulan yang dibawa menyilang pada bahunya.
Satu dari tempayan itu retak, sedangkan tempayan yang satunya lagi tidak.
Jika tempayan yang tidak retak itu selalu dapat membawa air penuh setelah perjalanan panjang dari mata air ke rumah majikannya, tempayan retak itu hanya dapat membawa air setengah penuh.
Selama dua tahun, hal ini terjadi setiap hari.
Si tukang air hanya dapat membawa satu setengah tempayan air ke rumah majikannya.
Tentu saja si tempayan yang tidak retak merasa bangga akan prestasinya, karena dapat menunaikan tugasnya dengan sempurna.
Namun si tempayan retak yang malang itu merasa malu sekali akan ketidaksempurnaannya
dan merasa sedih sebab ia hanya dapat memberikan setengah dari porsi yang seharusnya dapat diberikannya.
Setelah dua tahun tertekan oleh kegagalan pahit ini, tempayan retak itu berkata kepada si tukang air : "Saya sungguh malu pada diri saya sendiri, dan saya ingin mohon maaf padamu".
"Kenapa ?" tanya si tukang air, "Kenapa kamu merasa malu?"
"Saya hanya mampu, selama dua tahun ini, membawa setengah porsi air dari yang seharusnya dapat saya bawa. Retakan pada sisi saya telah membuat air yang saya bawa bocor sepanjang jalan menuju rumah majikan kita. Karena cacadku itu, saya telah membuatmu rugi," kata tempayan itu.
Si tukang air merasa kasihan pada si tempayan retak, dan dalam belas kasihannya, ia berkata, "Jika kita kembali ke rumah majikan besok, aku ingin kamu memperhatikan bunga-bunga indah di sepanjang jalan."
Benar, ketika mereka naik ke bukit, si tempayan retak memperhatikan dan baru menyadari bahwa ada bunga-bunga indah di sepanjang sisi jalan, dan itu membuatnya sedikit terhibur. Namun pada akhir perjalanan, ia kembali sedih karena separuh air yang dibawanya telah bocor, dan kembali tempayan retak itu meminta maaf pada si tukang air atas kegagalannya.
Si tukang air berkata kepada tempayan itu, "Apakah kamu memperhatikan adanya bunga-bunga di sepanjang jalan di sisimu tapi tidak ada bunga di sepanjang jalan di sisi tempayan yang lain yang tidak retak itu ? Itu karena aku selalu menyadari akan cacadmu dan aku memanfaatkannya. Aku telah menanam benih-benih bunga di sepanjang jalan di sisimu, dan setiap hari jika kita berjalan pulang dari mata air, kamu mengairi benih-benih itu. Selama dua
tahun ini aku telah dapat memetik bunga-bunga indah itu untuk menghias meja majikan kita. Tanpa kamu sebagaimana kamu adanya, majikan kita tak akan dapat menghias rumahnya seindah sekarang".
Setiap dari kita memiliki cacad dan kekurangan kita sendiri.
Kita semua adalah tempayan retak.
Namun jika kita mau, Tuhan akan menggunakan kekurangan kita untuk menghias meja-Nya.
Di mata Tuhan yang bijaksana, tak ada yang terbuang percuma.
Jangan takut akan kekuranganmu.
Kenalilah kelemahanmu dan kamu pun dapat menjadi sarana keindahan Tuhan.

Aku Pernah Datang dan Aku Sangat Penurut

Kisah tentang seorang gadis kecil yang cantik yang memiliki sepasang bola mata yang indah dan hati yang lugu dan polos.
Dia adalah seorang yatim piatu dan hanya sempat hidup di dunia ini selama delapan tahun. Satu kata terakhir yang ia tinggalkan adalah aku pernah datang dan aku sangat penurut.
Anak ini rela melepaskan pengobatan, padahal sebelumnya dia telah memiliki dana pengobatan sebanyak 540.000 dolar yang didapat dari perkumpulan orang Chinese seluruh dunia.
Dan membagi dana tersebut menjadi tujuh bagian, yang dibagikan kepada tujuh anak kecil yang juga sedang berjuang menghadapi kematian.
Dan dia rela melepaskan pengobatannya.

Begitu lahir dia sudah tidak mengetahui siapa orang tua kandungnya.
Dia hanya memiliki seorang papa yang mengadopsinya.
Papanya berumur 30 tahun yang bertempat tinggal di provinsi She Cuan kecamatan Suang Liu, kota Sang
Xin Zhen Yun Ya Chun Er Cu.
Karena miskin, maka selama ini ia tidak menemukan pasangan hidupnya. Kalau masih harus mengadopsi anak kecil ini, mungkin tidak ada lagi orang yang mau dilamar olehnya.
Pada tanggal 30 November 1996, tgl 20 bln 10 imlek, adalah saat di mana papanya menemukan anak kecil tersebut di atas hamparan rumput.
Di sanalah papanya menemukan seorang bayi kecil yang sedang kedinginan.
Pada saat menemukan anak ini, di dadanya terdapat selembar kartu kecil tertulis, 20 November jam 12.
Melihat anak kecil ini menangis dengan suara tangisannya sudah mulai melemah.
Papanya berpikir kalau tidak ada orang yang memperhatikannya, maka kapan saja bayi ini bisa meninggal. Dengan berat hati papanya memeluk bayi tersebut, dengan menghela nafas dan berkata, "saya makan apa, maka kamu juga ikut apa yang saya makan".
Kemudian papanya memberikan dia nama Yu Yuan.

Ini adalah kisah seorang pemuda yang belum menikah yang membesarkan seorang anak, tidak ada ASI dan juga tidak mampu membeli susu bubuk, hanya mampu memberi makan bayi tersebut dengan air tajin (air beras).
Maka dari kecil, anak ini tumbuh menjadi lemah dan sakit-sakitan.
Tetapi anak ini sangat penurut dan sangat patuh.
Musim silih berganti, Yu Yuan pun tumbuh dan bertambah besar serta memiliki kepintaran yang luar biasa. Para tetangga sering memuji Yu Yuan sangat pintar, walaupun dari kecil sering sakit-sakitan dan mereka sangat menyukai Yu Yuan.
Di tengah ketakutan dan kecemasan papanya, Yu Yuan pelan-pelan tumbuh dewasa.
Yu Yuan yang hidup dalam kesusahan memang luar biasa, mulai dari umur lima tahun, dia sudah membantu papa mengerjakan pekerjaan rumah.
Mencuci baju, memasak nasi dan memotong rumput.
Setiap hal dia kerjakan dengan baik.
Dia sadar dia berbeda dengan anak-anak lain.
Anak-anak lain memiliki sepasangorang tua, sedangkan dia hanya memiliki seorang papa.
Keluarga ini hanya mengandalkan dia dan papa yang saling menopang.
Dia harus menjadi seorang anak yang penurut dan tidak boleh membuat papa menjadi sedih dan marah.
Pada saat dia masuk sekolah dasar, dia sendiri sudah sangat mengerti, harus giat belajar dan menjadi juara di sekolah.
Inilah yang bisa membuat papanya yang tidak berpendidikan menjadi bangga di desanya.
Dia tidak pernah mengecewakan papanya, dia pun bernyanyi untuk papanya.
Setiap hal yang lucu yang terjadi di sekolahnya diceritakan kepada papanya.
Kadang-kadang dia bisa nakal dengan mengeluarkan soal-soal yang susah untuk menguji papanya.
Setiap kali melihat senyuman papanya, dia merasa puas dan bahagia.
Walaupun tidak seperti anak-anak lain yang memiliki mama, tetapi bisa hidup bahagia dengan papa, ia sudah sangat berbahagia.

Mulai dari bulan Mei 2005 Yu Yuan mulai mengalami mimisan.Pada suatu pagi, saat Yu Yuan sedang mencuci muka, ia menyadari bahwa air cuci mukanya sudah penuh dengan darah yang ternyata berasal dari hidungnya.
Dengan berbagai cara, tidak bisa menghentikan pendarahan tersebut sehingga papanya membawa Yu Yuan ke puskesmas desa untuk disuntik.
Tetapi sayangnya dari bekas suntikan itu juga  mengerluarkan darah dan tidak mau berhenti.
Di pahanya mulai bermunculan bintik-bintik merah.
Dokter tersebut menyarankan papanya untuk membawa Yu Yuan ke rumah sakit untuk diperiksa.
Begitu tiba di rumah sakit, Yu Yuan tidak mendapatkan nomor karena antrian sudah panjang.
Yu Yuan hanya bisa duduk sendiri di kursi yang panjang untuk menutupi hidungnya.
Darah yang keluar dari hidungnya bagaikan air yang terus mengalir dan memerahi lantai.
Karena papanya merasa tidak enak, kemudian mengambil sebuah baskom kecil untuk menampung darah yang keluar dari hidung Yu Yuan.
Tidak sampai sepuluh menit, baskom yang kecil tersebut sudah penuh berisi darah yang keluar dari hidung Yu Yuan.
Dokter yang melihat keadaaan ini cepat-cepat membawa Yu Yuan untuk diperiksa.
Setelah diperiksa, dokter menyatakan bahwa Yu Yuan terkena Leukimia ganas.
Pengobatan penyakit tersebut sangat mahal yang memerlukan biaya sebesar $ 300.000.
Papanya mulai cemas melihat anaknya yang terbaring lemah di ranjang.
Papanya hanya memiliki satu niat yaitu menyelamatkan anaknya.
Dengan berbagai cara meminjam uang ke sanak saudara dan teman dan ternyata, uang yang terkumpul sangatlah sedikit.
Papanya akhirnya mengambil keputusan untuk menjual rumahnya yang merupakan harta satu-satunya.
Tapi karena rumahnya terlalu kumuh, dalam waktu yang singkat tidak bisa menemukan seorang pembeli.

Melihat mata papanya yang sedih dan pipi yang kian hari kian kurus.
Dalam hati Yu Yuan merasa sedih.
Pada suatu hari Yu Yuan menarik tangan papanya, air mata pun mengalir di kala kata-kata belum sempat terlontar.
"Papa, saya ingin mati".
Papanya dengan pandangan yang kaget melihat Yu Yuan, "Kamu baru berumur 8 tahun, kenapa mau mati". "Saya adalah anak yang dipungut, semua orang berkata nyawa saya tak berharga, tidaklah cocok dengan penyakit ini, biarlah saya keluar dari rumah sakit ini."

Pada tanggal 18 Juni, Yu Yuan mewakili papanya yang tidak mengenal huruf, menandatangani surat keterangan pelepasan perawatan.
Anak yang berumur delapan tahun itu pun mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pemakamannya sendiri.
Hari itu juga setelah pulang ke rumah, Yu Yuan yang sejak kecil tidak pernah memiliki permintaan, hari itu meminta dua permohonan kepada papanya.
Dia ingin memakai baju baru dan berfoto.
Yu Yuan berkata kepada papanya:
"Setelah saya tidak ada, kalau papa merindukan saya, lihatlah foto ini".
Hari kedua, papanya menyuruh bibi menemani Yu Yuan pergi ke kota dan membeli baju baru.
Yu Yuan sendirilah yang memilih baju yang dibelinya.
Bibinya memilihkan satu rok yang berwarna putih dengan corak bintik-bintik merah.
Begitu mencoba dan tidak rela melepaskannya.
Kemudian mereka bertiga tiba di sebuah studio foto.
Yu Yuan kemudian memakai baju barunya dengan pose secantik mungkin berjuang untuk tersenyum.
Bagaimanapun ia berusaha tersenyum, pada akhirnya juga tidak bisa menahan air matanya yang mengalir keluar.
Kalau bukan karena seorang wartawan Chuan Yuan yang bekerja di surat kabar Cheng Du Wan Bao, Yu Yuan akan seperti selembar daun yang lepas dari pohon dan hilang ditiup angin.

Setelah mengetahui keadaan Yu Yuan dari rumah sakit, Chuan Yuan kemudian menuliskan sebuah laporan, menceritakan kisah Yu Yuan secara detail.
Cerita tentang anak yg berumur 8 tahun mengatur pemakamannya sendiri dan akhirnya menyebar ke seluruh kota Rong Cheng.
Banyak orang-orang yang tergugah oleh seorang anak kecil yang sakit ini, dari ibu kota sampai satu negara bahkan sampai ke seluruh dunia.
Mereka mengirim email ke seluruh dunia untuk menggalang dana bagi anak ini.
Dunia yang damai ini menjadi suara panggilan yang sangat kuat bagi setiap orang.

Hanya dalam waktu sepuluh hari, dari perkumpulan orang Chinese di dunia saja telah mengumpulkan 560.000 dollar.
Biaya operasi pun telah tercukupi. Titik kehidupan Yu Yuan sekali lagi dihidupkan oleh cinta kasih semua orang.

Setelah itu, pengumuman penggalangan dana dihentikan tetapi dana terus mengalir dari seluruh dunia. Dana pun telah tersedia dan para dokter sudah ada untuk mengobati Yu Yuan. Satu demi satu gerbang kesulitan pengobatan juga telah dilewati. Semua orang menunggu hari suksesnya Yu Yuan.

Ada seorang teman di e-mail bahkan menulis: "Yu Yuan anakku yang tercinta, saya mengharapkan kesembuhanmu dan keluar dari rumah sakit. Saya mendoakanmu cepat kembali ke sekolah. Saya mendambakanmu bisa tumbuh besar dan sehat. Yu Yuan anakku tercinta."

Pada tanggal 21 Juni, Yu Yuan yang telah melepaskan pengobatan dan menunggu kematian akhirnya dibawa kembali ke ibu kota.
Dana yang sudah terkumpul, membuat jiwa yang lemah ini memiliki harapan dan alasan untuk terus bertahan hidup.
Yu Yuan akhirnya menerima pengobatan dan dia sangat menderita di dalam sebuah pintu kaca tempat dia berobat.
Yu Yuan kemudian berbaring di ranjang untuk diinfus.
Ketegaran anak kecil ini membuat semua orang kagum padanya.
Dokter yang menangani dia, Shii Min berkata, dalam perjalanan proses terapi akan mendatangkan mual yang sangat hebat.
Pada permulaan terapi, Yu Yuan sering sekali muntah.
Tetapi Yu Yuan tidak pernah mengeluh.
Pada saat pertama kali melakukan pemeriksaan sumsum tulang belakang, jarum suntik ditusukkan dari depan dadanya, tetapi Yu Yuan tidak menangis dan juga tidak berteriak, bahkan tidak meneteskan air mata. Yu Yuan yang dari lahir sampai maut menjemput tidak pernah mendapat kasih sayang seorang ibu.
Pada saat dokter Shii Min menawarkan Yu Yuan untuk menjadi anak perempuannya, air mata Yu Yuan pun mengalir tak terbendung.

Hari kedua saat dokter Shii Min datang, Yu Yuan dengan malu-malu memanggil dengan sebutan Shii Mama.
Pertama kalinya mendengar suara itu, Shii Min kaget, dan kemudian dengan tersenyum dan menjawab, "Anak yang baik".
Semua orang mendambakan sebuah keajaiban dan menunggu momen di mana Yu Yuan hidup dan sembuh kembali.
Banyak masyarakat datang untuk menjenguk Yu Yuan dan banyak orang menanyakan kabar Yu Yuan dari e-mail.
Selama dua bulan Yu Yuan melakukan terapi dan telah berjuang menerobos sembilan pintu maut.
Pernah mengalami pendarahan di pencernaan dan selalu selamat dari bencana.
Sampai akhirnya darah putih dari tubuh Yu Yuan sudah bisa terkontrol.
Semua orang-orang pun menunggu kabar baik dari kesembuhan Yu Yuan.

Tetapi efek samping yang dikeluarkan oleh obat-obat terapi sangatlah menakutkan, apalagi dibandingkan dengan anak-anak leukemia yang lain.
Fisik Yu Yuan jauh sangat lemah.
Setelah melewati operasi tersebut, fisik Yu Yuan semakin lemah.

Pada tanggal 20 Agustus, Yu Yuan bertanya kepada wartawan Fu Yuan: "Tante, kenapa mereka mau menyumbang dana untuk saya?" Tanya Yu Yuan kepada wartawan tersebut.
Wartawan tersebut menjawab, "karena mereka semua adalah orang yang baik hati".
Yu Yuan kemudia berkata : "Tante, saya juga mau menjadi orang yang baik hati".
Wartawan itupun menjawab, "Kamu memang orang yang baik. Orang baik harus saling membantu agar bisa berubah menjadi semakin baik".
Yu Yuan dari bawah bantal tidurnya mengambil sebuah buku, dan diberikan kepada ke Fu Yuan.
"Tante, ini adalah surat wasiat saya."

Fu Yuan kaget, sekali membuka dan melihat surat tersebut, ternyata Yu Yuan telah mengatur tentang pengaturan pemakamannya sendiri.
Ini adalah seorang anak yang berumur delapan tahun yang sedang menghadapi sebuah kematian dan
di atas ranjang menulis tiga halaman surat wasiat dan dibagi menjadi enam bagian, dengan pembukaan, tante Fu Yuan, dan diakhiri dengan selamat tinggal tante Fu Yuan.

Dalam satu artikel itu, nama Fu Yuan muncul tujuh kali dan masih ada sembilan sebutan singkat tante wartawan.
Di belakang ada enam belas sebutan dan ini adalah kata setelah Yu Yuan meninggal.
Tolong,....... Dan dia juga ingin menyatakan terima kasih serta selamat tinggal kepada orang-orang yang
selama ini telah memperhatikan dia lewat surat kabar.
"Sampai jumpa tante, kita berjumpa lagi dalam mimpi. Tolong jaga papa saya. Dan sedikit dari dana
pengobatan ini bisa dibagikan kepada sekolah saya. Dan katakan ini juga pada pemimpin palang merah, setelah saya meninggal, biaya pengobatan itu dibagikan kepada orang-orang yang sakit seperti saya. Biar mereka lekas sembuh".
Surat wasiat ini membuat Fu Yuan tidak bisa menahan tangis yang membasahi pipinya.

Aku pernah datang dan aku sangat patuh, demikianlah kata-kata yang keluar dari bibir Yu Yuan.
Pada tanggal 22 Agustus, karena pendarahan di pencernaan hampir satu bulan, Yu Yuan tidak bisa makan dan hanya bisa mengandalkan infus untuk bertahan hidup.
Mula-mulanya berusaha mencuri makan, Yu Yuan mengambil mie instant dan memakannya.
Hal ini membuat pendarahan di pencernaan Yu Yuan semakin parah.
Dokter dan perawat pun secepatnya memberikan pertolongan darurat dan memberi infus dan transfer darah setelah melihat pendarahan Yu Yuan yang sangat hebat.
Dokter dan para perawat pun ikut menangis.
Semua orang ingin membantu meringankan penderitaannya, tetapi tetap tidak bisa membantunya.
Yu Yuan yang telah menderita karena penyakit tersebut akhirnya meninggal dengan tenang.
Semua orang tidak bisa menerima kenyataan ini melihat malaikat kecil yang cantik yang suci bagaikan air sungguh telah pergi ke dunia lain.

Di kecamatan She Chuan, sebuah e-mail pun dipenuhi tangisan menghantar kepergian Yu Yuan.
Banyak yang mengirimkan ucapan turut berduka cita dengan karangan bunga yang ditumupuk setinggi gunung.
Ada seorang pemuda berkata dengan pelan "Anak kecil, kamu sebenarnya adalah malaikat kecil di atas
langit, kepakkanlah kedua sayapmu. Terbanglah..............." demikian kata-kata dari seorang pemuda tersebut.

Pada tanggal 26 Agustus, pemakaman Yu Yuan dilaksanakan saat hujan gerimis.
Di depan rumah duka, banyak orang-orang berdiri dan menangis mengantar kepergian Yu Yuan.
Mereka adalah papa mama Yu Yuan yang tidak dikenal oleh Yu Yuan semasa hidupnya.
Demi Yu Yuan yang menderita karena leukemia dan melepaskan pengobatan demi orang lain, maka datanglah papa mama dari berbagai daerah yang diam-diam mengantarkan kepergian Yu Yuan.

Di depan kuburannya terdapat selembar foto Yu Yuan yang sedang tertawa.
Di atas batu nisannya tertulis, "Aku pernah datang dan aku sangat patuh" (30 Nov 1996 - 22 Agustus 2005). Dan di belakangnya terukir perjalanan singkat riwayat hidup Yu Yuan.
Dua kalimat terakhir adalah di saat dia masih hidup telah menerima kehangatan dari dunia.
Beristirahatlah gadis kecilku, nirwana akan menjadi lebih ceria dengan adanya dirimu.

Sesuai pesan dari Yu Yuan, sisa dana 540.000 dolar tersebut disumbangkan kepada anak-anak penderita luekimia lainnya.
Tujuh anak yang menerima bantuan dana Yu Yuan itu adalah : Shii Li, Huang Zhi Qiang, Liu Ling Lu,
Zhang Yu Jie, Gao Jian, Wang Jie.
Tujuh anak kecil yang kasihan ini semua berasal dari keluarga tidak mampu.
Mereka adalah anak-anak miskin yang berjuang melawan kematian.

Pada tanggal 24 September, anak pertama yang menerima bantuan dari Yu Yuan di rumah sakit Hua Xi berhasil melakukan operasi.
Senyuman yang mengambang pun terlukis diraut wajah anak tersebut.
"Saya telah menerima bantuan dari kehidupan Anda, terima kasih adik Yu Yuan kamu pasti sedang melihat kami di atas sana. Jangan risau, kelak di batu nisan, kami juga akan mengukirnya dengan kata-kata "Aku pernah datang dan aku sangat patuh".



Ibu Teresa katakan:
"Berilah UMPAN kepada kaum lapar dan tidak berdaya, supaya mereka boleh sehat kembali dan kuat bekerja lagi, JANGAN diberi PANCING, sebab mereka sudah tiada tenaga lagi, mereka belum kuat untuk memancing karena mereka terlalu lemah, lunglai & tak berdaya."